Hak Air Bersih Terancam, Mahamuda Bekasi Tantang Forkopimda Bertindak

Insidecikarang.com || Kab.Bekasi – Air bersih merupakan sebuah kebutuhan paling mendasar dalam kehidupan manusia. Mengingat pentingnya kegunaan air bersih, maka perlu ditunjang dengan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang mumpuni dan berintegritas di sebuah daerah.
Sayangnya, masih banyak masalah yang ditemukan dalam pengelolaan SPAM. Seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi, yang kabarnya masih dikuasai pihak swasta. Hal ini sontak membuat geram banyak kalangan, salah satunya Mahamuda Bekasi.
Ketua Mahamuda Bekasi, Imam Saripudin, bahkan mengirimkan ultimatum keras kepada Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bekasi. Tuntutannya agar segera ambil alih pelanggan SPAM yang kini berada di bawah kendali swasta.
Menurutnya, masalah ini bukan sekadar urusan teknis. Baginya, ada prinsip yang dilanggar. Terlebih mendapatkan air bersih merupakan hak setiap warga negara.
“Air adalah hak dasar rakyat, bukan barang dagangan. Ketika air dikuasai swasta, orientasinya bergeser dari pelayanan publik menjadi profit semata. Ini jelas bertentangan dengan konstitusi dan semangat keadilan sosial,” ujar dia dalam keterangannya, Rabu (13/8/2025).
Imam meminta Forkopimda untuk segera berkomunikasi dengan pengelola SPAM swasta dan mengambil langkah konkret. “Kami meminta Forkopimda agar Segera Berkomunikasi dengan SPAM Swasta dan Mengambil alih Pelanggan SPAM Swasta,” tegasnya.
Pihaknya juga sudah bersurat ke Bupati, Ketua DPRD, Kapolres Metro Bekasi, Dandim 0509, Kepala Kejaksaan Negeri, hingga Ketua Pengadilan Negeri, menuntut tindakan terhadap pengelolaan air minum yang dinilai melanggar regulasi.
Imam menyebut, praktik swasta yang menjual air langsung kepada pelanggan berpotensi menyalahi sejumlah aturan, mulai dari PP Nomor 122 Tahun 2015 tentang SPAM, Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, hingga PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
“Regulasi sudah sangat jelas, air harus dikuasai negara. Swasta boleh ikut, tapi hanya sebatas mitra dengan pengawasan ketat, bukan pemegang kendali. Kalau hari ini pelanggan dikuasai sepenuhnya oleh swasta, itu sama saja kita menyerahkan hajat hidup rakyat kepada mekanisme pasar. Ini bentuk pembangkangan, negara dalam negara,” ketusnya.
Mahamuda menilai Forkopimda punya tanggung jawab moral, politik, dan hukum untuk melindungi hak masyarakat atas air bersih. Langkah evaluasi, pembatalan kontrak, bahkan pengambilalihan layanan melalui BUMD, semua harus dipertimbangkan.
Ultimatum ini, kata Imam, bukan gertakan. Apabila sebulan ke depan tak ada langkah nyata, pihaknya siap membawa kasus ini ke jalur hukum, mulai dari laporan resmi hingga gugatan class action terkait dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
“Kami sudah adukan dan mohon ditindaklanjuti. Kalau satu bulan ini tidak ada tindak lanjut, kami akan proses hukum sesuai ketentuan,” pungkasnya.
Di balik semua ini, Imam mengingatkan bahwa aturan teknis tentang investasi Water Treatment Plant (WTP) atau SPAM sebenarnya sudah diatur jelas dalam Permen PU Nomor 27 Tahun 2016 dan Permen PU Nomor 4 Tahun 2020. Masalahnya, aturan itu hanya berlaku jika pengelolaan mengikuti prosedur yang benar.(Red)